Kamis, 24 Mei 2012

Trader's Battlefield 3 : Market FX

Dari semua pasar keuangan, market FX mungkin yang paling murni dalam hal supply dan demand sebagai penentu harga. Unregulated serta volume trading yang luar biasa bermakna bahwa intervensi pemerintah hanya memiliki sedikit efek dan sesaat sifatnya. Bagaimanapun juga dengan turnover lebih dari $2 T, intervensi tidak berdampak panjang karena pada akhirnya ratusan ribu trader di seluruh penjuru dunia lah, yang bertindak selaku "invisble hand" dalam teori Adam Smith untuk menggerakan harga.

Market FX lebih sering dijadikan kendaraan untuk berbagai motivasi. Seorang protfolio manager di US yang berencana membeli saham-saham Jepang atau sebuah perusahaan di Singapore yang ingin mengimpor barang dari Indonesia dapat menjadi partisipan market FX. Namun transakasi mata uang yang dilakukan keduanya bukanlah berdasarkan motivasi profit. Sang portfolio manager hanya memerlukan yen untuk membeli saham, dan importir membutuhkan rupiah untuk membeli barang. Dari sinilah muncul peluang arbitrase, yang dieksploitasi oleh partisipan pasar yang lebih aktif. Coba amati distribusi turnover market FX secara geografis:

Untuk memahami motivasi bank terlibat dalam pasar ini, anda dapat melihatnya dari transaksi antara dealing desk FX bank besar dengan prop trading group (bank kecil), dengan cepat anda akan melihat milyaran dollar profit. Earning (pendapatan) off balance sheet adalah tujuan kebanyakan bank, dan spot dealing FX masuk dalam kategori ini.

Karena angka-angka yang menggiurkan inilah yang membuat FX sebagai playground hanya bagi sedikit bank-bank terbesar. Dan karena FX adalah sumber credit market, dominasi bank-bank ini sulit dipatahkan dan masih akan berlanjut hingga tahun-tahun mendatang. Dari data BIS, 75% turnover terkonsentrasi pada industri perbankan.

Dan menurut data dari euromoney hanya 10 bank yang mendominasi 72% turnover market FX. Inilah predator-predator dalam lautan investasi:

Tidak seperti market lainnya, sebuah transaksi FX bukanlah pertukaran cash dengan aset lain (saham, komoditi, obligasi), tetapi lebih merupakan pertukaran cash hari ini dengan imbalan cash pada periode tertentu. Interbank market beroperasi berdasarkan prrinsip yang kurang lazim, dimana satu pihak bergantung pada pihak lain untuk memenuhi kewajibannya tanpa memberikan fasilitas kredit. Bisa dibayangkan, dealing macam ini akan sangat tergantung pada siapa yang memiliki credit rating tertinggi. Karenanya bank besar lebih suka dealing dengan bank besar lainnya. Akibatnya, hanya sekelompok kecil bank komersial dan bank sentral yang mengelola mayoritas turnover FX bagi kepentingan antar mereka sendiri. Anda bisa sebut hal ini sama dengan istilah kartel.

Teknologi memang sedikit mulai menguak jaringan tradisional yang tertutup rapi ini, walau belum seperti yang anda bayangkan. Banyak bank yang sekarang beroperasi baik melalui electronic dealing platform milik sendiri atau menyediakan likuiditas melalui matching system. Produk dari EBS, Currenex, FXall, memungkinkan bank untuk menjangkau basis klien dengan tetap memiliki kontrol penuh atas resiko yang mungkin timbul. Coba pikir, siapa sih yang menjadi pemilik dari platform-platform ini? Realitanya adalah bahwa kelompok bank yang sama inilah yang hingga saat ini tetap mengkontrol market FX.


To be continued....................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar