Kemajuan teknologi yang sangat cepat memberi dampak besar pada
operasional market FX. Mulai dari sistem back office hingga ke trading
floor semua mengalami perubahan, dan umumnya membuat pekerjaan menjadi
lebih cepat, lebih akurat, dan dapat lebih diandalkan. Bank dealer saat
ini tidak dapat melakukan manipulasi harga sesering mungkin, karena
akses kepada informasi makin terbuka sedikit demi sedikit. Teknologi
juga melahirkan generasi baru kompetisi yang lebih terbuka dengan
menghadirkan platform-platform trading seperti Reuter, EBS, FXall,
Currenex, dll.
Saat ini trader cukup hanya menekan tombol mouse sudah bisa memperoleh
price quote. Dengan semua penyedia likuiditas memasukan input harga pada
platform yang sama, secara teori perdagangan mata uang ini akan lebih
baik. Tetapi jangan keburu senang dulu, karena selalu ada celah bagi
dealer melakukan aksinya.
Perkembangan pesat teknologi juga mendorong pertumbuhan turnover FX dari
tahun ke tahun. Market FX adalah yang terbesar dan paling likuid
ketimbang market lain dengan perputaran uang lebih dari $2 T. Jika hal
ini terlihat sangat besar, ya memang market FX itu besar sekali.
Bandingkan dengan turnover di NYSE yang hanya sekitar $50 billion per
hari atau market surat hutang pemerintah USA sebesar $800 billion, kecil
sekali dibanding FX.
International trade bisa menjadi salah satu faktor pendorong
pertumbuhan, karena nilai perdagangan global mencapai $40 T per tahun.
Transaksi dan hedging perusahaan-perusahaan dagang berkontribusi pada
pertumbuhan market FX.
Selain itu adalah hedge fund (selalu jadi kambing hitam) dengan alokasi
porfolio sekitar $1 T per tahun. Yang penting bagi kita adalah dengan
mengetahui pertumbuhan volume yang tinggi setiap tahun, akan dapat
menjelaskan situasi market FX saat ini.
Asset Class
Sepuluh tahun yang lalu, mayoritas Fund atau Asset Manager kurang
menaruh perhatian kepada forex karena menganggap forex hanyalah
pelengkap penderita dari transakasi pembelian/penjualan asset yang
dikelola. Jika sebuah Mutual Fund besar ingin membeli saham -saham
Eropa, mereka hanya tinggal menghubungi bank kustodian dan memerintahkan
pihak bank untuk mengatur segala keperluannya. Mutual Fund tidak ingin
repot dalam transaksi yang berlangsung, semakin sederhana prosesnya
semakin baik, karena kompentensinya adalah terletak pada pemilihan saham
sebagai sarana investasi. Hal ini berlangsung sedari dulu dan sangat
logis dilakukan pada saat ekonomi berjalan normal. Namun semuanya
berubah saat ekonomi mengalami masa ketidak pastian dan yield (imbal hasil) yang rendah membuat Mutual Fund mulai menghitung ulang tiap dana yang diinvestasikan.
Sejak bursa saham crash dan terutama sejak peristiwa 9/11, pekerjaan
Asset Manager bertambah berat dan mereka mulai melirik forex dengan
pandangan bersahabat. Mereka mulai menyadari bahwa mengalokasikan dana
pada forex adalah bagian dari diversifikasi portfolio, dan sejak itulah
forex menjadi bagian integral asset class yang harus dioptimalkan
yield-nya untuk menghasilkan alpha (return yang tinggi)
Perubahan persepsi ini terbukti mengubah medan tempur FX secara radikal,
dan akhirnya menjadi kekuatan utama yang menggerakan market FX saat
ini. Makin banyak Fund yang kini terlibat aktif dalam mengelola
portfolio FX, baik dilakukan sendiri atau menggunakan jasa Currency
Overlay Manager (COM). Perubahan cara pandang dan pencarian yield yang
tinggi pada akhirnya membangkitkan kembali apa yag disebut sebagai carry trade
yang berarti meminjam instrumen dengan yield rendah kemudian di
investasikan pada instrumen dengan yield tinggi. Contohnya meminjam USD
untuk dibelikan pound sterling /saham / gold dll. Inilah yang
menyebabkan suatu strong trend berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
salah satu alasannya adalah pemerintah dalam hal ini bank sentral tidak
serta merta mengubah-ubah suku bunganya dalam periode waktu yang
singkat.
To be continued...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar